Masyarakat dan kebudayaan petani mempunyai sesuatu yang umum tentang hal itu. Ini adalah sejenis pengaturan kemanusiaan dengan persamaan di seluruh dunia. Memasukkan pemburu nelayan dan penggembala dalm perbandingan akibat hubungan desa kota dibanding keterikatan petani agraria dengan tanahnya. Akan tetapi tidak bisa melakukan segalanya dengan. Ketergantungan masyarakat terhadap sektor kelautan ini memberikan identitas tersendiri sebagai masyarakat pesisir dengan pola hidup yang dikenal sebagai kebudayaan pesisir (Geertz, H., 1981: 42). Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan 'budaya' yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19.
Since scans are not currently available to screen readers, please contact JSTOR User Support for access. We'll provide a PDF copy for your screen reader.Abstract
Berkaul is a traditional practice associated with the rice cultivation cycle in West Sumatra, Indonesia, intended to seek consensus within the local community about agricultural practices and management of water for irrigation. Berkaul is deeply rooted in the adat and worldview of the region but is much less commonly practiced today than in the past and has disappeared in many parts of the region. This article describes the process of berkaul in Tanjung Emas, West Sumatra, places it within the context of Minangkabau adat and tradition, and considers its value in fostering participation, empowerment, and social inclusion in the context of rural development.